Mengapa Kita Harus Menuntut Ilmu Agama? (1)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut penjelasan tentang urgensi (pentingnya) menuntut ilmu agama, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Ta’rif (definisi) ilmu agama
Ilmu agama atau ilmu syar’i adalah ilmu yang mempelajari wahyu yang diturunkan Allah Azza wa Jalla kepada Rasul-Nya Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Dengan demikian, ilmu ini mempelajari kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam.
Allah menurunkan ilmu ini sebagai bentuk perhatian dan rahmat-Nya kepada manusia agar manusia tidak tersesat dalam kehidupan di dunia, karena sebagaimana Dia memperhatikan kebutuhan jasmani mereka dengan menciptakan hewan dan tumbuh-tumbuhan, serta menurunkan hujan, Dia juga memperhatikan kebutuhan rohani mereka, maka Dia menurunkan kitab dan mengutus para rasul-Nya ‘alaihimush shalatu was salam. Dan Rasul terakhir yang Dia utus adalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini merupakan nikmat yang sangat besar yang patut kita syukuri.
Mengapa kita harus mempelajari ilmu agama?
Ada beberapa alasan yang menuntut kita untuk mempelajari ilmu agama atau ilmu syar’i. Di antaranya adalah sebagai berikut:
- Manusia terdiri dari jasad dan ruh atau jasmani dan rohani.
Jasmani kita butuh gizi agar dapat tumbuh berkembang dan tetap sehat. Gizi ini diperoleh dari makanan dan minuman. Jika jasmani kita kekurangan gizi, maka badan kita akan sakit, dan bahkan jika tidak mendapatkan gizi sama sekali, jasad kita akan mati. Demikian pula rohani kita, ia butuh mendapatkan gizi yang berupa siraman rohani.
Demi Allah, tidak ada siraman yang lebih baik dan menyehatkan rohani kita dibanding siraman agama yang terdiri dari firman Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan sabda Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam. Oleh karena itu, jika rohani kita kurang mendapatkan siraman rohani dari Al Qur’an dan As Sunnah, maka rohani kita akan sakit, dan jika tidak pernah mendapatkan sama sekali siraman rohani, maka rohani kita (baca: hati kita) akan mati, seperti halnya hati orang-orang kafir yang nasihat sudah tidak lagi bermanfaat bagi mereka. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ
“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.” (QS. Al Baqarah: 6)
- Orang yang berilmu lebih mulia dan utama daripada orang yang tidak berilmu
Sudah sama-sama kita ketahui, bahwa orang yang berilmu atau berpendidikan tidaklah sama dengan orang yang tidak berilmu atau tidak berpendidikan. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ
Katakanlah, "Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az Zumar: 9)
Orang yang berilmu, ucapan dan tindakannya lebih terkendali daripada orang yang tidak berilmu. Dan perumpamaan orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu adalah seperti orang yang mendengar dengan orang yang tuli, orang yang melihat dengan orang yang buta, dan seperti orang yang hidup dengan orang yang mati. Dengan ilmu seseorang mendapat petunjuk dalam hidupnya di dunia dan tidak berada dalam gelapnya kesesatan, berbeda dengan orang yang tidak berilmu.
- Allah meninggikan derajat orang yang berilmu
Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al Mujadilah: 11)
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Oleh karena itu, kita temukan para ulama menjadi objek pujian. Setiap nama mereka disebut, maka mereka mendapatkan pujian. Hal ini merupakan ketinggian untuk mereka di dunia, adapun di akhirat, maka derajat mereka bertingkat-tingkat sesuai dakwah yang mereka lakukan dan amal yang mereka kerjakan.” (Kitabul Ilmi, hal. 11)
- Ilmu agama adalah penopang tegaknya agama
Mempelajari ilmu agama termasuk ibadah yang utama, bahkan lebih utama daripada ibadah sunah. Hal itu karena mempelajari ilmu agama termasuk bagian jihad fi sabilillah, karena agama Islam hanya tegak dengan dua perkara:
- Dengan ilmu
- Dengan kekuatan (perang)
Di antara kedua perkara di atas, berjihad dengan ilmu lebih didahulukan daripada berjihad dengan kekuatan. Oleh karena itu, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum berjihad dengan kekuatan, berjihad dulu dengan ilmu, seperti yang Beliau lakukan ketika berada di Mekkah. Dan termasuk Sunnah Beliau juga dalam berjihad adalah tidak menyerang musuh sampai mendakwahi mereka terlebih dahulu.
- Seseorang tidak dapat bertakwa kecuali dengan ilmu agama
Kita mengetahui, bahwa arti takwa adalah menjalankan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menjauhi larangan-Nya. Dengan bertakwa, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memasukkan kita ke dalam surga-Nya. Bagaimana kita bisa mengetahui mana perintah Allah dan mana larangan-Nya kalau kita tidak belajar agama?
Oleh karena itu, jika seseorang ingin menjadi orang yang bertakwa, maka ia harus belajar agama.
Dari sini kita mengetahui, bahwa menuntut ilmu agama atau ilmu syar’i adalah jalan untuk menjadi orang yang bertakwa sekaligus jalan menuju surga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Barang siapa yang menempuh jalan unuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.” (HR. Muslim, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
- Dengan ilmu agama, amal menjadi benar dan diterima oleh Allah Azza wa Jalla
Tolok ukur benar-tidaknya dan diterima atau tidaknya suatu amal yang tampak adalah sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika sesuai dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka amal itu dipandang benar dan diterima. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa yang mengerjakan amalan yang tidak kami perintahkan, maka amal itu tertolak (tidak diterima).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Inilah tolok ukur untuk menentukan benar-tidaknya dan diterima atau ditolaknya amalan yang tampak. Adapun tolok ukur untuk menentukan benar-tidaknya dan diterima atau ditolaknya amalan yang tersembunyi adalah niatnya, apakah ia lakukan ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’aa atau karena selain-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya amal itu tergantung niat, dan seseorang akan memperoleh sesuai niatnya.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)
- Ilmu agama merupakan warisan para nabi
Para nabi ketika wafat tidak meninggalkan harta, bahkan yang mereka tinggalkan adalah ilmu agama, Oleh karena itu, para ulama adalah pewaris para nabi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ، وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ، وَإِنَّهُ لَيَسْتَغْفِرُ لِلْعَالِمِ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ، حَتَّى الْحِيتَانُ فِي الْمَاءِ، وَفَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ، إِنَّ الْعُلَمَاءَ هُمْ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ، لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا، وَإِنَّمَا وَرِثُوا الْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَ بِهِ، أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Barang siapa yang menempuh sebuah jalan untuk mencari ilmu (agama), maka Allah akan memperjalankannya di salah satu jalan surga. Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayapnya kepada penuntut ilmu karena ridha kepadanya. Dan sesungguhnya seorang yang berilmu dimintakan ampunan oleh makhluk yang ada di langit dan di bumi, sampai ikan-ikan di laut. Keutamaan Ahli Ilmu di atas Ahli Ibadah adalah seperti keutamaan bulan di atas semua bintang. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi. Para nabi tidaklah mewariskan dinar dan dirham, yang mereka warisi adalah ilmu. Barang siapa yang mengambilnya, maka berarti ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. Ahmad, Empat Imam Ahli Hadits, dan Ibnu Hibban, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 6297)
- Ilmu akan kekal, sedangkan harta akan binasa
Lihatlah Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Beliau adalah salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang fakir, bahkan pernah tersungkur jatuh karena lapar, tetapi lihatlah beliau, namanya terus disebut ketika kita membaca hadits-hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Oleh karena itu, Abu Hurairah adalah seorang yang mendapatkan banyak pahala karena orang-orang mendapatkan manfaat dari hadits-haditsnya. Dan kita sudah sama-sama mengetahui, bahwa jika seorang meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, dan anak yang saleh yang mendoakannya (sebagaimana dalam hadits riwayat Muslim).
Bersambung…
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam, wal hamdulillahi Rabbil alamin.
Marwan bin Musa
Maraji’: Kitabul Ilmi (Syaikh M. bin Shalih Al Utsaimin), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.