Menikahlah…!
Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Allah yang telah menciptakan manusia, sangat paham betul dengan karakter dan sifat hamba-Nya ini. Di antara karakter yang Allah sebutkan dalam Alquran:
يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا
“Allah hendak memberikan keringanan bagi kalian, dan manusia itu diciptakan dalam kondisi lemah.” (QS. An-Nisa: 28).
Ayat ini Allah letakkan sebagai pesan pungkasan setelah Allah menjelaskan tentang beberapa aturan nikah dari ayat 19 – 28 di surat An-Nisa. Oleh karena itu, para ahli tafsir menegaskan, yang dimaksud lemah dalam ayat tersebut adalah lemah dalam urusan syahwat, lemah dalam urusan wanita. Laki-laki begitu mudah hilang akal dan sangat mudah tergoda dengan wanita. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 2:267)
Menyadari kondisi manusia yang demikian, Islam memberikan aturan agar manusia tidak serampangan dalam menyalurkan syahwatnya. Islam mengizinkan manusia untuk melakukan yang halal melalui nikah, dan menutup rapat segala celah yang bisa mengantarkan kepada yang haram. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَمْ أَرَ لِلْمُتَحَابَّيْنِ مِثْلَ النِّكَاحِ
Saya belum pernah melihat solusi untuk dua orang yang saling jatuh cinta, selain nikah (HR. Ibnu Majah 1847, Mushannaf Ibn Abi Syaibah 15915 dan dishahihkan Al-Albani).
Terdapat banyak perintah yang terdapat dalam Al-Quran maupun hadis, agar manusia menjaga kehormatannya dengan menikah. Diantaranya, allah berfirman,
وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Nikahkahlah orang yang bujangan diantara kalian serta orang baik dari budak kalian yang laki-laki maupun perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberikan kecukupan kepada mereka dengan karunia-Nya. Allah Maha Luas dan Maha Mengetahui. (QS. An-Nur: 32).
Pada ayat di atas, Allah perintahkah kepada kaum muslimin untuk bersama-sama mendukung terwujudnya pernikahan. Sehingga upaya mewujudkan pernikahan tidak hanya menjadi tanggung jawab orang yang hendak mencari jodoh, namun Allah semangati semua pihak yang berada di sekitarnya untuk mendukung terwujudnya pernikahan itu.
Dalam hadis dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج, فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج، ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء
“Wahai para pemuda, siapa diantara kalian yang sudah mampu menanggung nafkah, hendaknya dia menikah. Karena menikah akan lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Sementara siapa yang tidak mampu, hendaknya dia berpuasa. Karena itu bisa menjadi tameng syahwat baginya.” (HR. Bukhari 5065 dan Muslim 1400).
Mengingat pemuda merupakan kunci utama terwujudnya pernikahan, karena itu merekalah yang dituntut untuk pro-aktif dalam mewujudkan ikatan ini.
Tidak menikah, ciri manusia lemah
Para rasul, sekalipun mereka sangat sibuk dengan berbagai urusan dakwah dan ibadah, mereka tidak menganggap hal itu sebagai alasan untuk meninggalkan nikah. Karena, sekali lagi, mereka adalah manusia sempurna. Memiliki banyak kelebihan secara fisik dan mental. Bahkan ada diantara mereka ada yang memiliki 99 istri yang sanggup beliau gilir dalam semalam. Itulah Nabi Sulaiman ‘alaihis salam. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadis riwayat Bukhari.
Realita ini memberikan konsekuensi sebaliknya, tidak menikah sejatinya merupakan sifat orang lemah. Baik lemah mentalnya atau lemah fisiknya, sehingga orang lain tidak bersedia menjadi pasangannya.
Diceritakan oleh Thawus – salah seorang tabiin – bahwa Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu, pernah bertanya kepada seorang lelaki yang layak menikah: “Kamu ingin menikah?” Dia menjawab: “Tidak.” Spontan Umar menimpali,
إما أن تكون أحمق, وإما أن تكون فاجرًا
“Berarti kamu, kalo bukan orang dungu atau orang fajir (lebih menyukai zina dari pada nikah).” (HR. Abdur Razaq dalam Al-Mushannaf, no. 10383).
Hal yang sama, juga pernah disampaikan oleh Thawus kepada salah satu sahabatnya,
مَا يَمْنَعُكَ مِنَ النِّكَاحِ إِلَّا عَجْزٌ أَوْ فُجُورٌ
“Tidak ada yang menghalangimu untuk menikah, selain karena kamu lemah atau sifat fujur (lebih memilih kejelekan).” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushanaf, no. 15910).
Semangat Sahabat untuk Menikah
Semangat ini bukan karena dorongan nafsu, namun dalam rangka mewujudkan sunah. Ada sejuta bahkan lebih, manfaat seseorang menikah. Mereka berharap, dengan menempuh jalan yang halal ini bisa mendulang manfaat dunia dan akhirat.
Sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Siapa yang tidak kenal Ibnu Mas’ud. Sahabat yang dikenal turjumanul qur’an (ahli tafsir al-Quran). Karena kehebatan beliau dalam menggali makna dan kandungan firman Allah. Bacaannya dipuji oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Menunjukkan betapa dekatnya beliau dengan kitab Allah. Dalam sebuah riwayat, beliau pernah mengatakan,
لَوْ لَمْ يَبْقَ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا يَوْمٌ وَاحِدٌ أَحْبَبْتُ أَنْ يَكُونَ لِي فِيهِ زَوْجَةٌ
“Andaikan dunia ini hanya tersisa satu hari, saya ingin di hari itu memiliki seorang istri.” (HR. Abdurrazaq dalam Al-Mushannaf, no. 10382 dan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushanaf, 15916).
Sampaipun para sahabat sudah berada di kondisi yang lemah, mereka tetap semangat untuk menikah. Az-Zuhri menceritakan, bahwa sahabat Syaddad bin Aus, ketika sudah tua dan matanya mulai membuta pernah berpesan,
زَوِّجُونِي، فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْصَانِي أَنْ لَا أَلْقَى اللَّهَ أَعْزَبَ
Nikahkanlah aku, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan agar aku tidak bertemu Allah dalam kondisi membujang.. (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Mushanaf, no. 15908).
Sekali lagi, sejuta manfaat menunggu ketika seseorang menikah.
Allahu a’lam.
Oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)
Referensi: https://konsultasisyariah.com/20756-ayo-menikah.html