بسم الله الرحمن الرحيم

Di mana Allah?

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:

Berikut ini pembahasan tentang di mana Allah, semoga Allah menjadikannya ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamiin.

**********

Di zaman kita, banyak orang yang berselisih tentang di mana Allah. Di antara mereka ada yang mengatakan, bahwa Allah ada di mana-mana, ada pula yang mengatakan, bahwa Allah ada di hatinya, dan ada pula yang mengatakan bahwa Allah tidak di mana-mana. Apakah semua pendapat ini benar, atau salah satunya yang benar, atau semua pendapat itu salah, atau pendapat yang mana yang benar?

Sikap seorang muslim ketika menghadapi setiap perselisihan adalah mengembalikan masalah tersebut kepada Allah dan Rasul-Nya, yakni kepada kitabullah dan sunnah Rasul-Nya sebagaimana firman Allah Ta'ala,

"Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya). Jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (Terj. QS. An Nisaa': 59)

Jika kita membuka kitabullah dan sunnah Rasul-Nya, maka kita akan temukan bahwa Dzat Allah Subhaanahu wa Ta'ala di atas seluruh makhluk-Nya, Dia bersemayam di atas 'arsyi(singgasana)-Nya.

Dalil-dalil tentang ketinggian Allah Ta'ala di atas seluruh makhluk-Nya dan bahwa Dia bersemayam di atas Arsyi(singgasana)-Nya

Dalil-dalil tentang ketinggian Allah Ta'ala di atas makhluk-Nya sangat banyak, dan ada di dalam Al Qur'an, As Sunnah, dan Ijma', serta didukung oleh akal dan fitrah.

  1. Dalil Al Qur'an

Contohnya firman Allah Ta'ala:

"Dan Allah Mahatinggi lagi Mahabesar." (Terj. QS. Al Baqarah: 255)

Ayat lain yang menunjukkan ketinggian Allah di atas makhluk-Nya adalah surat Al An'aam: 18, Thaha: 5, Al Mulk: 16, Fathir: 10, Al Ma'aarij : 4, Ali Imran: 55 dan lainnya.

Bahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan dengan tegas beberapa kali, bahwa Diri-Nya bersemayam di atas Arsy, dan arsyi adalah makhluk yang paling tinggi yang menjadi atap seluruh makhluk. Dia berfirman:

 

الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى

"(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, yang bersemayam di atas 'Arsy." (Terj. QS. Thaha: 5)

Ayat yang sama seperti ini disebutkan pula di surat Al A'raaf: 54, Yunus: 3, Ar Ra'd: 2, Al Furqan: 59, As Sajdah: 4, dan Al Hadid: 4.

Adapun maksud istawa' (bersemayam) sebagaimana yang diterangkan Ibnu Jarir Ath Thabari adalah "irtafa'a wa 'ala" (tinggi dan berada di atas).

Mujahid berkata tentang istawa, 'alaa 'alaa 'arsyihi (berada di atas arsyi-Nya).

Ishaq bin Rahawaih,  "Aku mendengar lebih dari seorang mufassir berkata tentang, "Allah Yang Maha Pemurah bersemayam di atas Arsyi," (Terj. QS. Thaahaa: 5), yaitu berada di atas.

Sedangkan tafsir istawa' dengan "istawlaa" (menguasai), maka hal ini bentuk tahrif (penyelewengan makna), menyalahi zhahir nash, menyalahi jalan yang ditempuh kaum salaf, tidak dikenal dalam bahasa Arab, dan dapat menimbulkan kesan batil bahwa Arsyi sebelumnya bukan milik Allah, kemudian Dia menguasainya.

Imam malik berkata,

"الْإِسْتِوَاءُ مَعْلُوْمٌ، وَالْكَيْفُ مَجْهُوْلٌ وَالْإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ، وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ"

"Bersemayamnya Allah sudah maklum (diketahui) maknanya, bagaimana hakikatnya majhul, beriman kepadanya wajib, dan menanyakan bagaimananya adalah bid'ah."

  1. Dalil As Sunnah

Contohnya adalah bacaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sujud,

سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى

"Mahasuci Tuhanku Yang Mahatinggi." (HR. Muslim)

Demikian pula sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,

إِنَّ اللَّهَ لَمَّا قَضَى الخَلْقَ، كَتَبَ عِنْدَهُ فَوْقَ عَرْشِهِ: إِنَّ رَحْمَتِي سَبَقَتْ غَضَبِي

"Sesungguhnya Allah ketika telah menciptakan, Dia menulis di sisi-Nya di atas 'Arsy-Nya, "Sesungguhnya rahmat-Ku mendahului kemurkaan-Ku." (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa'i dan Ibnu Majah)

Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,

أَلاَ تَأْمَنُونِي وَأَنَا أَمِينُ مَنْ فِي السَّمَاءِ

"Tidakkah kalian mempercayaiku, padahal aku dipercaya oleh (Allah) yang berada di atas langit." (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan Nasa'i)

Pertanyaan Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam kepada seorang budak wanita yang hendak dimerdekakan,

«أَيْنَ اللهُ؟» قَالَتْ: فِي السَّمَاءِ، قَالَ: «مَنْ أَنَا؟» قَالَتْ: أَنْتَ رَسُولُ اللهِ، قَالَ: «أَعْتِقْهَا، فَإِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ»

"Di mana Allah?" ia menjawab, "Di atas langit." Lalu Beliau bertanya lagi, "Siapa saya?" Ia menjawab, "Engkau Rasulullah." Maka Beliau bersabda, "Merdekakanlah dia, karena dia seorang mukminah." (HR. Muslim, Abu Dawud dan Nasa'i)

Kata "fii" (di) dalam hadits ini artinya "alaa" (di atas) sebagaimana kata-kata, "Fii judzu'in nakhl," artinya, "di atas pelepah kurma." (Lihat surat Thaahaa: 71)

  1. Dalil Ijma'

Para sahabat, tabi'in dan para imam sepakat bahwa Allah Ta'ala di atas langit, bersemayam di atas 'Arsy-Nya.

Ibnu Mas'ud berkata, "Antara langit dunia dengan langit setelahnya jaraknya perjalanan lima ratus tahun. Antara masing-masing langit jaraknya lima ratus tahun. Antara langit ketujuh dengan kursi jaraknya lima ratus tahun. Antara kursi dengan air jaraknya lima ratus tahun, dan arsyi itu di atas air, sedangkan Allah di atas Arsy. Tidak samar bagi-Nya sedikit pun amalan kalian."

Imam Al Auzaa'iy berkata, "Kami dan seluruh para tabi'in berkata, "Sesungguhnya Allah Ta'aala  dzikruh di atas 'Arsy dan kami mengimani semua (sifat) yang disebutkan dalam As Sunnah." (Atsar shahih, diriwayatkan oleh Baihaqi dalam Al Asmaa' wash Shifaat (408), Adz Dzahabiy dalam Mukhtashar Al 'Uluw (hal. 138), Al Albani berkata, "Para perawinya adalah imam-imam yang tsiqah." Al Haafizh menjayyidkan isnadnya dalam Al Fat-h, sedangkan Syaikhul Islam menshahihkannya dalam Majmu' Fatawa)

Ibnul Mubarak berkata, "Kami mengetahui Tuhan kami, bahwa Dia berada di atas langit; bersemayam di atas arsyi-Nya dan terpisah dari makhluk-Nya."

Abu Umar Ath Thalamankiy dalam kitab Al Ushul berkata, "Kaum muslim dari kalangan Ahlussunnah sepakat, bahwa Allah bersemayam di atas arsyi-Nya dengan Dzat-Nya."

Ia (Abu Umar) juga berkata, "Ahlussunnah sepakat, bahwa Allah Ta'ala bersemayam di atas arsyi-Nya secara hakikat, bukan majaz."

Selanjutnya Abu Umar menyebutkan sanadnya dari Imam Malik, ia berkata, "Allah di atas langit, dan ilmu-Nya di segenap tempat."

Dengan demikian, ketinggian Allah Ta'ala dengan Dzat dan sifat-Nya merupakan hal yang sangat jelas dalilnya, dan orang yang yang meyakini bahwa Dzat Allah ada di mana-mana, maka ia telah menyalahi Al Qur'an, As Sunnah, dan ijma'.

  1. Dalil akal

Allah Subhaanahu wa Ta'ala wajib disifati dengan sifat sempurna dan dibersihkan dari sifat kekurangan. Sifat tinggi merupakan sifat sempurna, sedangkan berada di bawah merupakan sifat kekurangan.

  1. Dalil fitrah

Dalil fitrah yang menunjukkan ketinggian Allah Ta'ala adalah karena tidak ada seorang pun yang berdoa atau menghadap kepada Allah Ta'ala, kecuali dalam hatinya mengarah ke atas, tidak ke arah bawah, dan tidak ke kanan maupun kiri. Bahkan ketika kita berdoa, maka kita angkat tangan kita ke atas, bukan ke bawah.

Maksud kebersamaan Allah dengan makhluk-Nya

Abu Umar Ath Thalamankiy berkata, "Kaum muslim dari kalangan Ahlussunnah sepakat, bahwa maksud firman Allah, "Dan Dia bersama kalian di mana saja kalian berada." (Terj. QS. Al Hadid: 4) dan yang semisalnya dalam Al Qur'an adalah, bahwa itu adalah ilmu-Nya, dan bahwa Allah di atas langit dengan Dzat-Nya dan bersemayam di atas arsyi-Nya sesuai yang Dia kehendaki."

Dengan demikian, Allah bersama kita dengan Ilmu-Nya, Dia mendengar dan melihat kita, Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman kepada Nabi Musa dan Nabi Harun ‘alaihimas salaam,

قَالَ لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى

"Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta  kamu  berdua, Aku  mendengar dan melihat". (Terj. QS. Thaaha: 46)

Perlu diketahui bahwa ma’iyyah (kebersamaan) Allah ada dua macam:

  1. Ma’iyyah ‘Aammah, yakni yang mencakup semua makhluk. Maksudnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala bersama semua makhluk-Nya dengan ilmu-Nya, kekuasaan-Nya, dan Dia meliputi semuanya, tidak ada yang samar satu pun bagi-Nya serta tidak ada yang dapat meloloskan diri dari-Nya. Contoh ma’iyyah ‘aammah adalah seperti yang tercantum dalam surat Al Hadid ayat 4 yang telah disebutkan sebelumnya.
  2. Ma’iyyah Khaashshah, yakni kebersamaan yang khusus kepada rasul dan wali-wali-Nya. Maksudnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala bersama para rasul dan wali-Nya dengan memberikan pertolongan, bantuan, taufiq dsb. Contoh ma’iyyah khaashshah adalah yang tercantum dalam surat At Taubah ayat 40. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,

"Jika kamu tidak menolongnya (Muhammad), maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya, "Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita." Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan kalimat orang-orang kafir Itulah yang rendah. Dan kalimat Allah Itulah yang tinggi. Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana." (Terj. QS. At Taubah: 40)

Orang yang pertama mengingkari Allah Subhaanahu wa Ta'ala di atas Arsyi-Nya

Al Hafizh Adz Dzahabi pernah berkata, "Pertama kali aku mendengar perkataan orang yang mengingkari bahwa Allah di atas Arsyi-Nya adalah dari Ja'd bin Dirham. Ia juga mengingkari semua sifat Allah. Lalu dia dibunuh oleh Khalid bin Abdullah Al Qasriy, dan kisahnya cukup masyhur. Kemudian pernyataannya diambil oleh Jahm bin Shafwan, seorang imam kaum Jahmiyyah, ia menampakkan pernyataan itu dan menguatkannya dengan beberapa syubhat. Dan hal itu terjadi di akhir masa tabi'in, hingga kemudian pernyataannya diingkari oleh para imam pada masa itu, seperti Al Auza'iy, Abu Hanifah, Malik, Al Laits bin Sa'ad, Ats Tsauriy, Hammad bin Zaid, Hammad bin Salamah, Ibnul Mubarak, dan para imam petunjuk setelahnya."

Imam Syafi'i berkata, "Allah memiliki nama dan sifat yang tidak boleh bagi seorang pun menolaknya. Barang siapa yang menyelisihi setelah jelas hujjah atasnya, maka ia kafir. Adapun sebelum tegaknya hujjah, maka ia diberi uzur karena kebodohannya."

Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa Muhammad wa 'alaa ahlihi wa shahbihi wa sallam

Marwan bin Musa

Maraji': Al Qawaa'idul Mutsla fi Asmaa'illahi wa shifaatihil 'Ula (Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin), Fathul Majid (Abdurrahman bin Hasan Alusy Syaikh), Ta'liq Mukhtashar 'alaa Lum'atil I'tiqad (Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin).

Tanya-Jawab Akidah Islam Untuk Anak

Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:

Berikut tanya jawab akidah Islam untuk anak, semoga Allah menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.

  1. Dari mana kita mengambil akidah kita?

Jawab: Dari Al Qur’an dan As Sunnah.

  1. Di mana Allah?

Jawab: Di atas langit; bersemayam di atas Arsyi-Nya.

  1. Apa dalil dalam Al Qur’an yang menerangkan bahwa Allah bersemayam di atas Arsyi?

Jawab: Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,

الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى

"Allah Yang Maha Pemurah bersemayam di atas Arsyi.” (Qs. Thaahaa: 5)

  1. Apa arti “اسْتَوَى ” (bersemayam)?

Jawab: Artinya “ على وارتفع ” , yakni tinggi dan di atas.

  1. Untuk apa Allah menciptakan manusia dan jin?

Jawab: Untuk beribadah hanya kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu.

  1. Apa dalil dalam Al Qur’an yang menerangkan bahwa Allah menciptakan manusia dan jin untuk beribadah hanya kepada-Nya?

Jawab: Firman Allah Ta’ala,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

"Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka mengabdi kepada-Ku.” (Qs. Adz Dzaariyaat: 56)

  1. Apa maksud “agar mereka mengabdi kepada-Ku. ”?

Jawab: Agar mereka mentauhidkan Allah (beribadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla).

  1. Apa arti Laailaahaillallah?

Jawab: Tidak ada yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah.

  1. Apa ibadah yang paling utama?

Jawab: Tauhid.

  1. Apa maksiat yang paling besar?

Jawab: Syirik.

  1. Apa arti Tauhid?

Jawab: Mengesakan Allah dalam beribadah.

  1. Apa arti syirik?

Jawab: Beribadah kepada selain Allah.

  1. Ada berapa pembagian tauhid?

Jawab: Ada tiga.

  1. Apa saja pembagian tauhid itu?

Jawab: Tauhid Rububiyyah, Tauhid Uluhiyyah, dan Tauhid Asma wa Shifat.

  1. Apa maksud tauhid Rububiyyah?

Jawab: Mengesakan Allah dalam perbuatan-Nya, seperti menciptakan dan memberikan rezeki.

  1. Apa maksud tauhid Uluhiyyah?

Jawab: Mengesakan Allah dalam perbuatan hamba, seperti berdoa, berkurban, dan bersujud.

  1. Apakah Allah mempunyai nama dan sifat?

Jawab: Ya.

  1. Dari mana kita menetapkan nama-nama Allah dan sifat-Nya ?

Jawab: Dari Al Qur’an dan As Sunnah.

  1. Apakah sifat Allah sama seperti sifat kita?

Jawab: Tidak.

  1. Apa dalil dalam Al Qur’an, bahwa sifat Allah tidak sama dengan sifat makhluk-Nya?

Jawab: Firman Allah Ta’ala,

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar dan Maha Melihat.” (Qs. Asy Syuuraa: 11)

  1. Firman siapakah Al Qur’an itu?

Jawab: Firman Allah Ta’ala.

  1. Apakah Al Qur’an itu diturunkan atau sebagai makhluk?

Jawab: Diturunkan (dan bukan sebagai makhluk), sebagai firman-Nya secara hakiki baik huruf maupun suaranya.

  1. Apa itu kebangkitan?

Jawab: Menghidupkan kembali manusia setelah mati.

  1. Apa dalil dalam Al Qur’an bahwa orang yang mengingkari kebangkitan adalah kafir?

Jawab: Firman Allah Ta’ala,

زَعَمَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنْ لَنْ يُبْعَثُوا

“Orang-orang kafir menyangka, bahwa mereka tidak akan dibangkitkan.” (Qs. At Taghabun: 7)

  1. Apa dalil dalam Al Qur’an yang menerangkan bahwa Allah akan membangkitkan kita?

Jawab: Firman Allah Ta’ala,

قُلْ بَلَى وَرَبِّي لَتُبْعَثُنَّ

Katakanlah, "Ya, demi Tuhanku, kamu benar-benar akan dibangkitkan.” (Qs. At Taghabun: 7)

  1. Ada berapa rukun Islam?

Jawab: Ada lima.

  1. Ada berapa rukun Iman?

Jawab: Ada enam.

  1. Ada berapa rukun Ihsan?

Jawab: Ada satu (yaitu engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak merasa begitu, maka ketahuilah bahwa Dia melihatmu).

  1. Apa arti Islam?

Jawab: Menyerahkan diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, tunduk kepada-Nya dengan menaati-Nya, dan berlepas diri dari syirik dan para pelakunya. [Rukunnya adalah bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan, dan berhaji ke Baitullah jika mampu).

  1. Apa itu iman?

Jawab: Iman artinya meyakini dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan anggota badan, bertambah karena ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan. Rukunnya adalah beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari Akhir, dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk.

  1. Kepada siapa kita berkurban dan bersujud?

Jawab: Kepada Allah saja; tidak ada sekutu bagi-Nya.

  1. Bolehkah berkurban dan bersujud kepada selain Allah?

Jawab: Tidak boleh.

  1. Apa hukum menyembelih dan bersujud kepada selain Allah?

Jawab: Syirik akbar (besar).

Wa shallallahu ala Nabiyyina Muhammad wa alaa alihi wa shahbihi wa sallam wal hamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Ajarkan Tauhid Sejak Dini!

Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:

Banyak media elektronik seperti televisi yang tidak mendidik dan bahkan merusak akidah dan akhlak anak. Hal ini disebabkan  stasiun televisi banyak dikelola oleh orang-orang non muslim atau orang-orang fasik yang tidak punya rasa takut kepada Allah, tidak bertanggung jawab terhadap apa yang ditayangkannya, serta tidak memperhatikan akibat yang ditimbulkan dari tayangan itu.

Di antara tayangan yang tidak mendidik dan bahkan merusak akidah dan akhlak anak adalah ditayangkan film-film dari negeri lain  yang tidak sejalan dengan akidah dan akhlak Islam, sehingga anak-anak kita meyakininya dan menirunya. Contoh tayangan yang merusak akidah adalah film-film India yang memperkenalkan dewa-dewi seperti mahabarata, rama-shinta, shiwa, wisnu, dsb. Sedangkan contoh film-film yang merusak akhlak anak adalah film-film barat yang memperlihatkan kepada anak gaya, pakaian, dan pergaulan mereka yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

Akibat tayangan tersebut, banyak anak-anak kita yang kehilangan akidah yang benar, menganggap bahwa di alam semesta ini ada penguasa lain di samping Allah Subhanahu wa Ta’ala, seperti dewa dan dewi serta keyakinan-keyakinan rusak lainnya.

Atas dasar ini, maka penulis merasa perlu menyusun risalah berkaitan akidah yang benar dalam bentuk tanya jawab dengan tujuan agar para orang tua mengajarkannya kepada anak-anaknya, agar mereka tetap di atas akidah yang benar. Semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.

Tanya-Jawab Akidah Islam

  1. Siapa Rabbmu (Tuhanmu)?

Jawab: Rabbku adalah Allah.

  1. Apa arti Rabb?

Jawab: Yang menciptakan, yang menguasai, yang mengatur alam semesta, dan yang memberinya rezeki. Dialah Allah; Tuhan Yang berhak disembah oleh semua makhluk-Nya. Tidak ada pencipta selain Dia, tidak ada penguasa alam semesta selain Dia, tidak ada pemberi rezeki selain Dia. Kepada-Nya kita menyembah dan kepada-Nya kita memohon pertolongan.

  1. Untuk apa Allah menciptakanmu?

Jawab: Untuk beribadah dan menyembah hanya kepada-Nya saja; tidak kepada selain-Nya, serta agar kita menaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

"Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Adz Dzaariyaat: 56)

Allah melarang kita menyembah kepada selain-Nya. Dia berfirman,

فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Maka janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 22)

Syirik (mengadakan sekutu bagi Allah) adalah mengadakan tandingan bagi Allah seperti berhala-berhala, dewa-dewa, dan sebagainya, ia meyakininya sebagai penguasa alam semesta, berdoa kepada tandingan itu, berharap, takut, ruku-sujud, bertawakkal, berkurban, dan memohon kepadanya tidak kepada Allah, serta mengarahkan ibadah kepada tandingan itu.

Syirik adalah dosa besar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ

"Sesungguhnya orang yang mempersekutukan Allah (berbuat syirik), maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya adalah neraka. (QS. Al Maa'idah: 72)

  1. Apa agamamu?

Jawab: Agamaku Islam. Islam secara istilah adalah menyerahkan diri kepada Allah dengan bertauhid (hanya menyembah Allah), tunduk kepada-Nya dengan menaati-Nya, dan berlepas diri dari syirik dan orang-orang musyrik.

Allah Ta'ala berfirman,

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ

"Sesungguhnya agama yang diridhai Allah hanyalah Islam." (QS. Ali Imran: 19)

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

"Barang siapa  mencari  agama  selain Islam, maka sekali-kali tidak akan diterima daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (QS. Ali Imran: 85)

Telah shahih dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa Islam dibangun di atas lima dasar, yaitu:

(1) Bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah,

(2) Mendirikan shalat

(3) Menunaikan zakat

(4) Berpuasa Ramadhan

(5) Berhaji jika mampu

Inilah rukun (tiang penopang) Islam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ

"Islam dibangun di atas lima (dasar); bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji dan berpuasa Ramadhan.  (HR. Tirmidzi dan Muslim dari Ibnu Umar)

  1. Apa arti Laailaahaillallah?

Jawab: Artinya adalah "Laa ma'buuda bihaqqin illallah" (tidak ada yang berhak disembah dengan benar selain Allah). Maksudnya adalah kita meniadakan sesembahan selain Allah apa pun bentuknya dan siapa pun orangnya, dan kita menetapkan bahwa hanya Allah saja yang berhak disembah dan ditujukan berbagai macam ibadah.

  1. Apa maksud meyakini Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai hamba Allah dan rasul-Nya?

Jawab: Maksudnya mengakui dan meyakini bahwa Muhammad adalah hamba Allah, yang menghendaki kita tidak boleh berlebihan terhadap Beliau seperti menuhankan atau meyembahnya sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Nasrani kepada Nabi Isa ‘alaihis salam. Sedangkan maksud Muhammad sebagai  rasul adalah mengakui dan meyakini  bahwa Beliau adalah utusan Allah yang diutus kepada semua manusia, yang menghendaki kita untuk tidak meremehkan Beliau. Oleh karena itu, sikap kita terhadap Beliau adalah:

  1. Menaati perintahnya
  2. Menjauhi larangannya
  3. Membenarkan semua sabdanya
  4. Beribadah kepada Allah sesuai contohnya.
  5. Apa saja tingkatan agama?

Jawab: Tingkatan agama ada tiga, yaitu: (1) Islam, (2) Iman, dan (3) Ihsan.

Islam sudah diterangkan arti dan rukunnya. Adapun iman, maka maksudnya mengakui dengan lisan, membenarkan dengan hati, dan mengamalkan dengan anggota badan, bertambah karena ketaatan, dan berkurang karena kemaksiatan.

  1. Apa saja rukun (tiang penopang) iman?

Jawab: (1) Beriman kepada Allah, (2) Beriman kepada Malaikat-Nya, (3) Beriman kepada kitab-kitab-Nya, (4) Beriman kepada rasul-rasul-Nya, (5) Beriman kepada hari Akhir, dan (6) Beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk.

Jika salah satunya tidak diimani, maka tidak sah imannya. Ibnu Umar berkata,

وَالَّذِي يَحْلِفُ بِهِ عَبْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ «لَوْ أَنَّ لِأَحَدِهِمْ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا، فَأَنْفَقَهُ مَا قَبِلَ اللهُ مِنْهُ حَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ»

“Demi Allah yang Abdullah bin Umar bersumpah dengan nama-Nya, kalau sekiranya salah seorang di antara mereka memiliki emas sebesar gunung Uhud, lalu ia infakkan semuanya, maka Allah tidak akan menerimanya sampai ia mau beriman kepada takdir.” (Shahih Muslim no. 8)

  1. Apa yang dimaksud ihsan?

Ihsan artinya merasakan pengawasan Allah baik di saat rahasia maupun terang-terangan, baik dalam ucapan maupun perbuatan. Oleh karenanya, ia mengerjakan kebaikan dengan cara yang paling baik dan mencari keridhaan Allah di dalamnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

“(Ihsan) yaitu kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak merasa begitu, maka (ketahuilah) Dia melihatmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

  1. Siapa Nabimu?

Jawab: Nabiku adalah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nasab Beliau adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hasyim. Hasyim berasal dari Quraisy, dan Quraisy berasal dari bangsa Arab, sedangkan bangsa Arab adalah keturunan Nabi Isma’il bin Ibrahim Al Khalil.

Usia Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam 63 tahun; 40 tahun sebelum diangkat menjadi nabi, dan 23 tahun setelah menjadi nabi dan rasul. Beliau diangkat menjadi nabi dengan turunnya ayat “Iqra’ (QS. Al ‘Alaq: 1-5), dan diangkat menjadi rasul dengan turunnya surat Al Muddatstsir.

Negeri Beliau adalah Mekkah, dan Beliau berhijrah ke Madinah.

Pokok Dakwah Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan manusia dari perbuatan syirik dan mengajak manusia kepada tauhid (menyembah Allah saja), mengenalkan kepada manusia mana jalan yang diridhai Allah dan mana jalan yang dimukai-Nya, serta memperbaiki kondisi manusia yang sebelumnya di atas kejahiliyahan (kebodohan dan kegelapan).

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penutup para nabi; tidak ada lagi nabi setelahnya.

Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa Nabiyyinaa Muhammad wa alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Marwan bin Musa

Page 2 of 2